Klarifikasi Kiai Azaim terkait Akun Youtube “Suara Istana”
Sebaiknya, para pegiat media sosial memiliki sifat kejujuran dan mengedapankan kemaslahatan masyarakat. Kalau membuat karya jangan asal potong pernyataan orang lain yang keluar dari konteks sesungguhnya. Sehingga membuat orang tersebut merasa tidak nyaman.
Sejak kemarin, Pengurus Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo ditanyakan beberapa alumni, walisantri, dan simpatisan terkait beredarnya sebuah video diakun youtube “Suara Istana”. Berikutnya penjelasan K.H.R. Ach. Azaim Ibrahimy terkait hal tersebut:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Sehubungan dengan unggahan dari akun “Suara Istana” di youtube pada tanggal 17 Desember 2020 dengan judul, “Berita Terkini: Ulama NU dan MUI Jawa Timur Dukung TNI-Polri Bubarkan FPI”. Di beberapa media sosial, unggahan tersebut berjudul, “Masayaallah!!! Akhirnya...!!! Kiai Se-Jawa Nyatakan Sikap Tegas Dukung TNI Polri Basmi FPI dan Ormas Radikal” dan “Masayaallah!!! Parah...!!! Tokoh NU dan MUI Situbondo Minta Polri Sikapi FPI” yang disertai gambar almarhum K.H.R. As’ad Syamsul Arifin, kami, dan beberapa tokoh lainnya. Unggahan tersebut menimbulkan pertanyaan dan keresahan bagi alumni, wali santri, dan simpatisan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, maka kami menjelaskan:
- Unggahan dalam akun “Suara Istana” tersebut tanpa sepengetahuan dan seizin saya. Unggahan tersebut berisi pendapat saya, yang saya sampaikan pada acara pengajian yang diselenggarakan Yayasan Nurul Hayat Jember pada tgl 13 Oktober 2019. Sayangnya, pendapat saya tersebut dipotong dan tidak sesuai dengan konteks dan judul unggahan, “Berita Terkini....Dukung TNI-Polri Bubarkan FPI”. Saya tidak tahu, apakah ini suatu strategi untuk menaikkan rating pembaca akun “Suara Istana” atau tujuan yang lain.
- Di dalam unggahan video tersebut juga dinarasikan, seakan-akan Prof. Dr. H. Abu Yasid, MA, LLM (Rektor Universitas Ibrahimy) juga mendukung pembubaran FPI, padahal beliau hanya menghimbau agar kita tetap waspada terhadap hasutan, provokasi, dan ujaran kebencian serta menjaga kondusifitas.
- Saya menghimbau kepada seluruh alumni, wali santri, dan simpatisan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo agar tetap waspada kepada beberapa pihak yang berniat mengadu-domba dan memecah belah bangsa.
- Saya mengajak, marilah kita selalu berdoa agar tercipta situasi dan kondisi yang kondusif. Semoga tercipta negara yang berkeadilan sehingga tercipta keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Demikian klarifikasi saya, semoga kita tetap mendapat hidayah dan inayah Allah SWT serta dijaga oleh Allah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pengasuh Pesantren,
KHR. Ach. Azaim Ibrahimy
43 Penghuni Panti Asuhan Asisi Depok Terkonfirmasi Positif Covid-19
22/01/2021, 13:30 WIB DEPOK, KOMPAS.com
Sebanyak 43 penghuni Panti Asuhan St Fransiskus Asisi di Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, terkonfirmasi positif Covid-19. Hal itu dipastikan setelah hasil tes PCR mereka, baik anak-anak asuh maupun pengasuh dan penghuni lain, terbit pada Jumat (22/1/2021) pagi. "Sudah dilakukan swab PCR pada Selasa (19/1/2021) dengan jumlah 45 orang. Hasil pada Jumat pagi ini sudah diketahui dari 45 orang yang diambil spesimennya, 43 dinyatakan positif Covid-19 tanpa gejala," kata juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, Jumat. Secara garis besar, 43 penghuni itu tanpa gejala atau mengalami sedikit gejala ringan. Panti Asuhan di Depok Diisolasi Panti asuhan itu kini sekaligus jadi tempat karantina mereka. Kesehatan mereka, kata Dadang, dipantau oleh puskesmas setiap hari, juga oleh satgas kecamatan dan tingkat kota. "Untuk dua orang yang dinyatakan negatif itu dilakukan isolasi mandiri, akan dicarikan oleh satgas kecamatan tempat isolasi di tempat yang sudah ditentukan, dipisah dari mereka yang melakukan isolasi di panti asuhan," ungkapnya. Klaster Covid-19 di panti asuhan ini sebelumnya terendus ketika yayasan secara mandiri menggelar rapid test antigen terhadap para penghuni dengan mayoritas hasil reaktif.Satgas menindaklanjuti dengan validasi melalui tes PCR dan segera mengirimkan logistik bagi para penghuni. "Informasi yang didapat sementara, kemungkinan terpapar dari pekerja bangunan. Kemungkinan ya, kemungkinan besar," ujar Dadang, Selasa (19/1/2021) lalu. "Karena informasi dari pengurus, ada renovasi bangunan. Ternyata hasil PCR terhadap dua pekerja tersebut dinyatakan positif," lanjutnya.
Orasi Ilmiah Penganugrahan Gelar Kehormatan Dr (Hc) KH. Afifuddin Muhajir Di UIN Walisongo Semarang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Timbangan Syariat
ADMIN PESANTREN
Negara ini menderita oleh deretan episode penjajahan dalam rentang waktu yang panjang setelah mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Setelah proklamasi kemerdekaan, didirakanlah republik dan pemerintahan nasional. Dan untuk pertama kalinya setelah tiga ratus tahun bangsa ini merasakan nikmatnya kemerdekaan. Setelah melewati perbedaan pendapat yang tajam, para pendiri bangsa akhirnya sepakat menjadikan Pancasila sebagai dasar bagi Negara yang baru didirikan.
Saya berpandangan bahwa Pancasila dalam hubungannya dengan syariat berkisar di antara tiga kemungkinan. Pertama, ia tidak bertentangan dengan syariat karena berdasarkan istiqrā’ tidak ditemukan sama sekali ayat maupun hadis yang bertentangan dengan lima silanya. Kedua, ia sesuai dengan syariat karena berdasarkan istiqrā’ juga ditemukan sejumlah ayat dan hadis yang selaras dengan kelima silanya. Ketiga, ia adalah syariat itu sendiri.
Saya memiliki kesimpulan beberapa poin berikut. Pertama, NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah bersifat syar‘iy, yakni sesuai dengan syariat Islam baik dalamnashūshmaupunmaqāshid. Kedua, Pancasila bukan penghalang (māni‘) untuk menerapkan aturan syariat di negara yang berlandaskan atasnya. Ketiga, Konsekuensi menjadikan Pancasila sebagai dasar negara adalah seluruh undang-undang negara tidak boleh bertentangan dengan salah satu dari sila Pancasila. Keempat, Republik Indonesia adalah negara kesepakatan yang berdiri di atas asas yang mendapatkan kesepakatan.
Sekilas Sejarah Pancasila
Gerakan kemerdekaan Indonesia menunjukkan polarisasi bipolar. Gerakan nasional sekuler yang berdasarkan patriotisme ansih, dan gerakan nasional Islam yang berdasarkan Islam dan patriotisme. Kedua ideologi ini mewarnai sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berlangsung dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945.
Ada demokrasi yang jelas antara mereka yang menginginkan negara sekuler dengan mereka yang menginginkan negara Islam. Kekuatan Islam meminta agar Islam dan syariahnya menjadi dasar negara ini. Kekuatan sekuler menolaknya dan meminta sekularisme yang menjadi dasarnya. Itu adalah dua prinsip yang tidak dapat dikumpulkan karena keduanya berlawanan. Perselisihan ini sangat berbahaya. Sebab seandainya tidak menemukan kesepakatan, negara ini tidak akan pernah ada. Masing-masing kelompok bersikeras mewujudkan apa yang menjadi impiannya. Sementara air mata, darah, harta, dan jiwa semua telah dikorbakan.
Bahtiar mengatakan, “Tuntutan ideologis perjuangan politik untuk sebuah negara Islam pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia hingga setidaknya tahun 1950-an adalah logis dan masuk akal, karena kondisi politik membuka peluang terjadinya persaingan aktif baik bagi kelompok Islam maupun nasionalis. Titik pusat perjuangan Islam adalah bentuk negara dan konstitusinya, karena Islam adalah agama dan sistem politik sekaligus. Oleh karena itu, jika Islam dipaksakan menjadi agama substansial pada masa itu, maka ini berarti Islam hanya terkait dengan nilai-nilai ajarannya, padahal negara yang dibentuk masih mencari wujud dasar negara, maka Islam wajib dipandang dan dipraktikkan pada tataran ideologis dan simbolik”.
Tanggal 1 Juni 1945, hari terakhir sidang pertama, Soekarno menyampaikan pidato yang mengajukan lima prinsip yang disebutnya Pancasila sebagai dasar negara, yaitu
(1) kebangsaan
(2) internasionalisme
(3) demokrasi
(4) kesejahteraan sosial, dan
(5) ketuhanan.Soekarno menegaskan, dengan prinsip demokrasi, aturan-aturan Islam mungkin untuk kasi melalui badan perwakilan rakyat. Pidato kompromi Sukarno ini ternyata efektif meredam runcing perselisihan.
Akhirnya, kedua kelompok sepakat setelah memuncaknya dengan kesepakatan bahwa Pancasila lah yang menjadi dasar negara, bukan Islam seperti yang diinginkan oleh kaum Islamis, juga bukan sekularisme seperti yang dicita-citakan oleh kaum sekuler. Pancasila dalam hal ini lebih merupakan kontrak sosial dan kompromi politik daripada sebagai dasar dan falsafah negara. Demikianlah pendapat Sutan Takdir Ali Shahbana. Meski demikian, dia tetap memilih Pancasila karena mampu menyelamatkan rakyat Indonesia di saat krisis. Nasionalis Islam seperti Hamka, Saifuddin Zuhri, dan Muhammad Nasir juga memiliki pandangan yang sama.
Sementara itu, sub-komite beranggotakan delapan orang dibentuk untuk membahas, bersama Soekarno, masalah yang muncul. Panitia Sembilanbelas menyelesaikan Piagam Jakarta dan ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam tersebut mencakup lima prinsip berikut:
1. Ketoehanan, dengan kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja.
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia
Sehari setelah kemerdekaan yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila dideklarasikan sebagai dasar negara, dan ditempatkan pada pembukaan konstitusinya. Itu setelah penghapusan frasa “dengan kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja.”, sehingga sila pertama berubah menjadi “Ketuhanan Yang Esa”. Alasan penghapusan adalah warning dari umat Kristiani di wilayah timur Indonesia untuk memisahkan diri dan membentuk negara merdeka bila frasa tersebut tidak dihilangkan. Tentu kekuatan Islam berkeberatan, tetapi setelah musyawarah dan istikharah, mereka akhirnya mantap menghapusnya. Mereka menilai ketiadaannya tidak seserius dan seberbahaya disintegrasi negara. Lagi pula, masih menurut mereka,
disintegrasi berarti mempersempit medan dakwah karena tidak ada kebebasan memasuki negara lain untuk kepentingan da‘wah ila Allāh .
Singkatnya, Pancasila melewati tiga tahapan. Pertama, tahap 1 Juni 1945, ketika Soekarno dalam pidatonya mengajukan lima prinsip yang dirumuskannya sendiri. Soekarno menamainya Pancasila. Benarlah pendapat yang menyatakan bahwa Pancasila lahir untuk pertama kalinya pada rentang waktu ini dengan pertimbangan bahwa Soekorno lah yang menamainya Pancasila di sela-sela pidatonya.
Kedua, tahap 22 Juni 1945, ketika Panitia Sembilan menetapkan lima prinsip yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Ketiga, tahap 18 Agustus, di mana disepakati penghapusan frasa “dengan kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja”, dan menambahkan YangMaha Esa sebagai gantinya. Inilah fase terakhir Pancasila. Dengan pertimbangan ini dan dengan melihat bahwa kesepakatan ini tercapai setelah Negara berdiri, benar juga pendapat yang menyatakan bahwa Pancasila lahir pada masa ini (18 Agustus 1945). Adjektiva “keesaan” untuk nomina “ketuhanan” mengungkapkan kehendak sebagian besar penduduk, yakni umat Muhammad ` yang mengimani bahwa Allah adalah Esa.
Terbetik dalam pikiran bahwa kesepakatan yang kita capai untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara bukanlah alternatif ideal, melainkan degradasi aspirasi dari apa yang diupayakan oleh kedua kelompok. Betul memang, ini adalah penurunan dari langit idealitas ke bumi realitas. Hal seperti ini acapkali terjadi, terutama dalam kehidupan kontemporer kita. Para ahli Fikih menyatakan bahwa di antara syarat hakim adalah memunyai kapasitas berijtihad, yakni menggali hukum langsung dari dalil-dalil terperinci (al-adillat al-tafshīliyyah). Sudah cukup lama umat Islam tidak menemukan hakim yang mencapai level kapasitas ini. Seandainya kita berkomitmen kaku pada syarat ini serta tidak mengabsahkan putusan hakim yang bukan mujtahid, barang pasti permasalahan-permasalahan hukum terbengkalai tanpa putusan dan masyarakat berada dalam krisis.
Kondisi demikian tidak direstui oleh syarī‘ahħanaah yang toleran, ia tidak membebani seseorang di luar kemampuannya. Allah bersabda “Tuhan tidak membebani jiwa diluar kekuatannya.” Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Jadi jika saya melarang kalian sesuatu, hindarilah, dan jika saya memerintahkan Anda untuk melakukan sesuatu, lakukan semampu kalian”. Sabdanya lagi, “Tuhan senang bahwa hukum rukhsah (dispensasi) dipilih hamba-Nya, sesenang hukum ‘azīmah yang dipilih.” Bisa dikatakan bahwa kesepakatan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara menjadi hal ideal karena telah menjadi satu-satunya cara menyelesaikan perselisihan dan pertentangan. Tanpa kehadirannya, semua akan merasakan kekecewaan karena harapan tidak berbuah kenyataan. Pada dimensi ini, realitas menjadi idealitas. Sebab mara bahaya harus dihindarkan, mengusir mafsadat diutamakan daripada mengundang maslahat, dan apa yang tidak mungkin diraih seutuhnya jangan sampai ditinggalkan sepenuhnya.
Semilir Kesejukan di Terik Zaman: Catatan Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa K.H. Afifuddin Muhajir
ADMIN PESANTREN
Setelah sempat mengalami penundaan atas pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa kepada Dr. (HC) K.H. Afifuddin Muhajir, M.Ag,. Akhirnya acara tersebut akan digelar pada Hari Rabu tanggal 20 Januari 2021. Jauh sebelum acara pengukuhan dilaksanakan, beberapa organisasi sudah mengedarkan ucapan selamat melalui akun media sosial seperti di FB, WA, dan sebagainya. Penganugerahan gelar doktor Kehormatan tersebut, setidaknya memberi penegasan perihal kapasitas keilmuan Kiai Afif atau Kiai Khofi (sapaan akrabnya K.H. Afifuddin Muhajir) khususnya di Bidang Fiqih dan Usul Fiqih. Meski pun seumpama gelar itu tidak disematkan, keilmuaan Kiai Afif tidak diragukan. Baik dalam skala lokal, nasional bahkan internasional.
Saya bersyukur pernah langsung mengaji kepada beliau ketika menjadi santri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo. Waktu itu, Kiai Afif mengajar kitab Tafsir Jalalain sehabis salat isyak di Musala Ibrahimy. Seusai pengajian, biasanya santri berjejer menunggu kesempatan bisa mencium tangannya. Sebagai santri, saya juga melakukan demikian. Ada keyakinan bahwa tradisi itu sebagai salah satu jalan mendapat keberkahan.
Selain pengajian tersebut, bersama para santri lainnya, saya ikut mengaji hataman beberapa kitab pada waktu Ramadan. Misalnya kitab Minahus Saniyah dan Qatrul Ghais. Berbeda dengan hari-hari biasanya, pada Bulan Ramadan, Kiai Afif biasanya memberi pengajian sehabis salat Ashar. Hingga saat ini, Kiai Afif menjadi pengajar di Ma'had Aly Sukorejo. Lembaga yang didirikan Kiai As'ad sebelum wafat tahun 1990. Bahkan menjadi pengawal keeksisan dan keaktifan lembaga yang banyak melahirkan para Fuqaha.
"Saya bercita-cita agar santri saya seperti Santrinya Sunan Ampel, ada yang menjadi Fuqaha, Seniman, negarawan, dan Waliyullah" begitulah dawuh Kiai As'ad.
Kiai Afif juga mengampu beberapa mata kuliah di kampus, menjadi narasumber pada kegiatan-kegiatan baik skala lokal, nasional hingga internasional, Tim perumus Bahtsul Masail, penulis kitab dan buku . Karya kitabnya yaitu Fathul Mujib Qarib. Sementara buku yang ditulis di antaranya Manajemen Cinta, Kesan dan Pesan Fiqih kepada Penderitanya, Fiqih Tata Negara, dan lain sebagainya. Saat ini, Kiai Afif masih menjabat sebagai Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo.Selain jabatan yang sudah disebutkan, Kiai Afif juga menjabat sebagai Rais Syuriah PBNU.
Saya bukan santri yang dekat dengan Kiai Afif sehingga tidak banyak tahu tentang beliau. Namun Kiai Afif bisa dikatakan menjadi tolak ukur keilmuan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo termasuk di Ma'had Aly Sukorejo Situbondo. Ketika ada tamu penting yang berkunjung, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Kiai Afif terlihat senantiasa mendampingi pengasuh. Mulai dari kepengasuhan Kiai Fawaid hingga Kiai Azaim. Seperti pejabat negara, para ulama, dan sebagainya.
Berbicara Kiai Afif, saya teringat dengan cerita Kiai Zainulallah Johar. Salah satu alumni Sukorejo yang tergolong mempunyai kedekatan dengan Kiai As'ad. Sewaktu mengisi acara OP2 (Orientasi Pengenalan Pesantren) di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo. " Nul, Fawaid tak usah ajer man de emman, cokop ka ustaz Khofi (Nul, Fawaid tidak usah belajar kemana-mana cukup sama Ustaz Khofi )" tutur Kiai Zainul menirukan ucapan Kiai As'ad kepadanya. Ustad Khofi yang dimaksud adalah K.H. Afifuddin Muhajir. Sedangkan Fawaid yang dimaksud Kiai As'ad adalah K.H.R. Ahmad Fawaid As'ad Pengasuh ke 3 Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo
Menurut Kiai Zainullah, beliau belum sepenuhnya paham mendengar dawuh itu. Dalam pikirannya bertanya-tanya mengapa Kiai As'ad memasrahkan keilmuan putranya kepada Kiai Afif. Ternyata keraguan itu terjawab setelah keilmuan Kiai Afif dikenal dimana-mana. Baik dalam skala lokal maupun nasional. "Sekarang saya baru tahu siapa Kiai Afif!"lanjut Kiai Zainullah memberi penegasan. Kiai Afif menjadi guru privat dari K.H.R Ahmad Fawaid As'ad. Dari sana kita pun mengerti bagaimana dawuh Kiai As'ad yang memasrahkan putranya kepada Kiai Afif. Tentu Kiai As'ad sudah mengerti kualitas keilmuan beliau.
Salah satu haddamnya yaitu Ustaz Alimin menyampaikan bahwa Kiai Afif menghindari atau mengurangi undangan di malam hari, khawatir meninggalkan pengajian ba'da Isya' Mushola pusat.
"Kalau ada undangan waktunya malam hari berarti ada dua pilihan yaitu malam Selasa atau malam Jum'at. Meskipun berkenan hadir, tetap dengan catatan pukul 20.30 harus pulang persiapan istirahat malam." tutur Ustadz alimin yang seringkali menyertai Kiai Afif.
Lebih lanjut, Ustadz alimin menyampaikan bahwa Kiai As'ad menitipkan dan menugaskan Kiai Afif untuk menjaga Pengajian Kitab Kuning di Musala. Sehingga ketika ada acara di tetangga pesantren semisal tahlilan, Kiai Afif hanya berkenan datang beberapa kali.
Dalam hal lain misalnya ketika Kiai Afif sakit atau kurang sehat, di antara obat paling mujarab adalah kedatangan tamu kemudian terjadi diskusi panjang. Baik persoalan Fiqih maupun Ushul Fiqih.
Keistiqamahan Kiai Afif mengajar berbagai disiplin keilmuan, membuat beliau dipercaya sebagai Wakil Pengasuh Bidang Ilmiah. Sepengetahuan saya, ada tiga Wakil Pengasuh di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo. Wakil Pengasuh Bidang Ilmiah itu K.H. Afifuddin Muhajir. Wakil Pengasuh Bidang Maliyah itu Alm. K.H. Hariri Abdul Adzim. Wakil Pengasuh di Bidang Amaliyah yaitu Alm. K.H. Muzakki Ridwan.
K.H. Salwa Arifin ( Bupati Bondowoso) ketika memberi sambutan pada acara Bahtsul Masaail U-17 di Pondok Pesantren Nurut Taqwa menceritakan pengalamannya ketika masih berstatus santri di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo bersama Kiai Afif. Beliau berdua seringkali diutus mewakili pesantren dalam forum Bahtsul Masail.
Selain jabatan-jabatan yang disebutkan, beberapa waktu lalu Kiai Afif terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus Harian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Ketua Umum dijabat oleh Rais Am PBNU yaitu K.H. Miftahul Akhyar. Masuknya Kiai Afif dan beberapa tokoh NU yang mumpuni dalam bidang keagaaman setidaknya menjadi harapan dan angin segar terhadap keberadaan MUI kedepannya. Terutama menyangkut fatwa-fatwa penting yang akan dikeluarkan MUI dalam berbagai persoalan hukum. Selama ini, kita seringkali disuguhkan fatwa oleh beberapa pengurus MUI yang cendrung kurang tepat. Itulah yang membuat K.H. Ahmad Mustafa Bisri (Gusmus) seringkali melayangkan sindiran terhadap MUI.
Saya juga teringat ketika Kiai As'ad diundang Presiden Suharto untuk mendirikan MUI. Dengan tegas Kiai As'ad menyampaikan bahwa beliau bukan ulama. " Siapa di sini yang ulama, mungkin Pak Hamka? Kalau saya buka ulama!" tutur Kiai As'ad. "Kalau Kiai As'ad saja mengaku bukan ulama apalagi saya." tegas Buya Hamka menanggapi ujaran Kiai As'ad. Ini menandakan bagaimana kehati-hatian Kiai As'ad membawa nama predikat ulama. Kalau Kiai Afif mendapat kepercayaan dari Kiai As'ad untuk mengurusi keilmuan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, menjadi Guru Besar Ma'had Aly Situbondo, menjadi Rais Syuriah PBNU, dan saat ini juga menjabat Ketua MUI. Kita berharap sumbangsih Kiai Afif mengawal keilmuan ulama untuk diterapkan di lingkungan MUI.
Kiai Afif juga mengajarkan beberapa kitab yang disiarkan secara online. Mulai kitab-kitab dasar seperti Jurumiyah dan Kailani maupun kitab lain seperti Jam'ul Jawami'. Melalui akun media sosial yang dimiliki yaitu FB Afifuddin Muhajir, beliau mengisinya dengan status mencerahkan, menyejukkan, dan mencerdaskan.
Selain dikenal dengan kapasitas keilmuan, akhir-akhir ini Kiai Afif terjun langsung mengawal pasangan calon pemimpin di berbagai tingkatan. Mulai Bupati, Gubernur hingga Presiden. Kehadiran beliau dalam mewarnai perpolitikan tanah air sangat dirasakan. Terutama bagaimana politik dikawal dengan keluhuran nilai-nilai agama. Sehingga proses perpolitikan berjalan dengan damai.
Tidak hanya itu, Kiai Afif pernah menyampaikan bahwa dalam kontestasi politik bagaimana masyarakat bisa dicerdaskan. Dalam pandangan beliau, setiap kali ada perhelatan politik lima tahunan yang terjadi adalah pembodohan. Termasuk adanya ketidakadilan dalam sistem pemerintahan. Misalnya pemimpin yang terpilih masih dominan keberpihakan pada kelompoknya. Sehingga kelompok yang tidak mendukung seringkali dimarjinalkan. Menyikapi hal itulah, Kiai Afif sering berpesan pada calon yang didukung untuk tetap merangkul semua pihak meski pun dalam kontestasi politik tidak mendukung.
Kita meyakini bahwa Kiai Afif adalah manusia terhormat yang lebih berharga dari sekedar gelar kehormatan. Kiai Afif adalah semilir kesejukan di terik zaman. Yang keberadaan dan manfaatnya benar-benar dirasakan. Semoga Allah senantiasa menjaga dan menjadikan hari-harinya penuh keberkahan.
Kunjungan dengan Santri, Dibuka Kembali
SYAMSUL A. HASAN
Pendaftaran secara online tersebut dilakukan untuk memudahkan pengaturan dan menghindari membludaknya kunjungan. Menurut Ust Sunardi yang juga anggota Tim Pesantren Tangguh, walisantri dipersilakan membuka laman www.pertemuan.pusatiksass.com. Walisantri diharap melakukan registrasi dulu untuk mendapatkan akun atau yang sudah pernah registrasi langsung login.
Kemudian walisantri mengisi jadwal pertemuannya kapan, dengan siapa, dan memilih shif pertemuan. Pondok Sukorejo untuk hari Jumat menyediakan tiga shif atau sesi pertemuan. Sesi I mulai pukul 08.00-10.00 WIB, sesi II mulai pukul 13.00-14.00 WIB, dan sesi II mulai pukul 15.30-16.30 WIB. Sedangkan pada hari Sabtu, Ahad, dan Senin hanya menyediakan satu sesi, supaya tidak mengganggu aktifitas belajar madrasah yaitu pukul 15.30-16.30 WIB. Kemudian, walisantri dapat menyimpan data tersebut dalam bentuk file pdf dan mencetaknya. Surat keterangan kunjungan tersebut kemudian diberikan ke petugas ketika mau berkunjung di pondok.
Pertemuan walisantri dengan putra-putrinya tersebut memperhatikan protocol kesehatan yang ketat. Mereka diharuskan memakai masker dan mencuci tangan dulu. Walisantri dengan putranya tersebut tidak dapat bersentuhan secara fisik karena mereka berada di bilik yang tertutup yang dipisahkan dengan plastik tebal.
Walisantri yang dapat bertemu dengan anaknya, dibatasi dua orang dan waktunya maksimal 30 menit. Jika walisantri mendapat kesulitan silakan kontak layanan WA Iksass 081391459881, 082330502489, 085259735814. Atau Humas Pesantren 081336262720.
Klarifikasi Kiai Azaim terkait Akun Youtube “Suara Istana”
SYAMSUL A. HASAN6085x ditampilkan Berita
Sebaiknya, para pegiat media sosial memiliki sifat kejujuran dan mengedapankan kemaslahatan masyarakat. Kalau membuat karya jangan asal potong pernyataan orang lain yang keluar dari konteks sesungguhnya. Sehingga membuat orang tersebut merasa tidak nyaman.
Sejak kemarin, Pengurus Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo ditanyakan beberapa alumni, walisantri, dan simpatisan terkait beredarnya sebuah video diakun youtube “Suara Istana”. Berikutnya penjelasan K.H.R. Ach. Azaim Ibrahimy terkait hal tersebut:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Sehubungan dengan unggahan dari akun “Suara Istana” di youtube pada tanggal 17 Desember 2020 dengan judul, “Berita Terkini: Ulama NU dan MUI Jawa Timur Dukung TNI-Polri Bubarkan FPI”. Di beberapa media sosial, unggahan tersebut berjudul, “Masayaallah!!! Akhirnya...!!! Kiai Se-Jawa Nyatakan Sikap Tegas Dukung TNI Polri Basmi FPI dan Ormas Radikal” dan “Masayaallah!!! Parah...!!! Tokoh NU dan MUI Situbondo Minta Polri Sikapi FPI” yang disertai gambar almarhum K.H.R. As’ad Syamsul Arifin, kami, dan beberapa tokoh lainnya. Unggahan tersebut menimbulkan pertanyaan dan keresahan bagi alumni, wali santri, dan simpatisan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, maka kami menjelaskan:
- Unggahan dalam akun “Suara Istana” tersebut tanpa sepengetahuan dan seizin saya. Unggahan tersebut berisi pendapat saya, yang saya sampaikan pada acara pengajian yang diselenggarakan Yayasan Nurul Hayat Jember pada tgl 13 Oktober 2019. Sayangnya, pendapat saya tersebut dipotong dan tidak sesuai dengan konteks dan judul unggahan, “Berita Terkini....Dukung TNI-Polri Bubarkan FPI”. Saya tidak tahu, apakah ini suatu strategi untuk menaikkan rating pembaca akun “Suara Istana” atau tujuan yang lain.
- Di dalam unggahan video tersebut juga dinarasikan, seakan-akan Prof. Dr. H. Abu Yasid, MA, LLM (Rektor Universitas Ibrahimy) juga mendukung pembubaran FPI, padahal beliau hanya menghimbau agar kita tetap waspada terhadap hasutan, provokasi, dan ujaran kebencian serta menjaga kondusifitas.
- Saya menghimbau kepada seluruh alumni, wali santri, dan simpatisan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo agar tetap waspada kepada beberapa pihak yang berniat mengadu-domba dan memecah belah bangsa.
- Saya mengajak, marilah kita selalu berdoa agar tercipta situasi dan kondisi yang kondusif. Semoga tercipta negara yang berkeadilan sehingga tercipta keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Demikian klarifikasi saya, semoga kita tetap mendapat hidayah dan inayah Allah SWT serta dijaga oleh Allah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pengasuh Pesantren,
KHR. Ach. Azaim Ibrahimy
0 komentar:
Posting Komentar